Sabtu, 05 Desember 2009

super duper december always come sooner.

sebuah satuan waktu itu bernama tahun, yang sebenarnya sekedar 12bulan atau 52minggu atau 365hari atau 8760Jam atau 525600menit atau 315336000detik, entah seberapa lama itu yang jelas terimakasih itu untuk orang jenius yang menetapkannya, untuk bumi yang tetep berotasi pada porosnya, dan matahari yang rela dikelilingi pada lintasannya sehingga memudahkan para jenius itu menghitung sebuah periode dan dikenal sebagai kalender bumi. Dan tanpa sadar saya yang sepertinya juga manusia telah menginjak dan dengan angkuh berdiri di akhir dari bulan pada tahun duaribu sembilan ini, oh, desember, kamu selalu super duper, dan kamu selalu come sooner.


aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember.

kata seseorang yang bernyanyi di sebuah speaker bersubwofer yang terletak di sebelah kanan saya, yang sebenarnya merupakan sepenggal lyric lagu sebuah band bernama Efek Rumah Kaca seakan terasa dalam artian sebenarnya didiri saya, ya, saya selalu suka bulan ini, bulan desember, tentu dengan awan yang menyapa bumi dengan hujannya di sore hari. dramatisir memang, atau sekedar lagu yang mensuggesti diri. tapi segelas kopi di sore itu tidak bisa berbohong untuk bergabung menikmati desember kala hujan sore hari ini. dan mengetahui kita masih menghela udara diakhir bulan dari tahun ini. rasakan.

dan dialah si bulan dengan kemampuan rahasia sebagai bulan yang merupakan transmisi suatu tahun ke tahun yang baru, saat yang paling tepat untuk sedikit melihat ke belakang, benarkah? setidaknya ini menjadi saat yang tepat mengakses kaleodoskop diri saya yang diantaranya tersimpan segala suka disela-sela duka, cinta ditimbunan dusta, tawa dikerumunan air mata. oh dunia, diantara maya dan nyata semua terjadi dibelakang kita. tapi tidak itu membuat saya tenggelam dalam romantika masa lalu, hanya sebagai melihat kehidupan dibelakang yang apa orang2 menyebut itu introspeksi, atau secara sarkasmenya: melihat kebodohan diri. maksudnya sih agar si kebodohan itu tidak terulang lagi. ya, mari sejenak memanggil kembali si januari hingga si desember dalam memori sekarang ini lalu memasang kembali puzzle2 kebodohan dalam ingatan sebagai sebuah kesimpulan. lalu setelah itu? tentunya jadikan puzzle kebodohan itu sebagai pijakan saat nanti kita melihat ke depan.

namun jangan terlalu lama, karena masa yang sudah berlalu akan bekerja seperti pasir hisap jika kita larut dan terus menatap kesana, cukup sedikit lihat kaca spion lalu tancap gas dan lalui halangan perlahan, kata temen saya yang seorang pembalap jalanan. sebuah resolusi tahunan yang tertuliskan atau hanya dalam angan, nampaknya itu cukup sebagai bahan bakar.
motivasi alami dalam diri, jika kata seorang teman saya lagi yang bertindak semacam psikolog pribadi. saatnya membutuhkan ke-keras-kepala-an untuk bertindak mencapai realisasi.
ada pula yang berkata untuk tidak perlu melakukan semua ini, biarkanlah semua berjalan "go with the flow" mengalir seperti sekumpulan tai, satu lagi kata seorang teman saya yang akan di eksekusi mati.
entahlahlah, hanya orang gila yang mengaku berfilosofi. dan yang satu ini kata saya sendiri.

Dan si super desember yang selalu datang lebih awal ini, semacam membuka mata saat kita terlena pada bulan-bulan sebelumnya, dan lalu tanpa sadar kita telah kembali dihadapan dengan desember-desember lainnya. Sebuah fenomena yang sbenarnya tidak di inginkan manusia dalam menikmati sisa hidupnya. Namun beda hal, si desember menjelma menjadi semacam simbolisasi penantian bagi orang-orang yang memiliki cita-cita. Orang-orang yang tahu bagaimana menjejaki waktu dengan bijaksana. Ugh Sayangnya orang itu bukan saya.

Dibaliknya semua masalah yang tak ada habisnya ini adalah tentang si waktu. Dan sebenarnya ada semacam salah kaprah mendasar namun sangat manusiawi bagi seorang individu, adalah sebagai manusia yang melihat si waktu mengalir berlalu. Dan sialnya, si waktu sebenarnya memang tidak pernah berjalan, bergulir ataupun berlalu. Dia adalah sebuah konstanta statis, ketetapan yang diam. Hanya kitalah si individu yang dengan lancang menjejaki si waktu dan kita di atasnya mengalir berlalu.
Bukan salah semesta yang bertindak sebagai ruang hanya menegur kitadengan caranya. Kitalah individu yang terlalu lengah atau sebenarnya terlalu sombong untuk menyadarinya. Kita terlalu naïf menyalahkan waktu untuk segala yang terjadi dengan kita.
Oh sungguh maafkanlah hey waktu saya kadangsuka menyalahkan si kamu, dan terimakasih untuk memberi pilihan sia-sia atau tidaknya kita melaluimu, juga terimakasih telah kembali mempertemukan saya dengan si desember yang menjadi bagian dirimu.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

keren hey,
saya jadi merasa bodoh, tapi tidak apa2, karena merasa bodoh itu tandanya saia sudah lebih pintar.
dan benar hey,
mari berjalan kedepan dengan melihat pula apa yang ada dibelakang kita. semoga yang akan datang lebih baik dari yang sudah berlalu.
... See More
lanjutkan bro..

btw blognya lucu, isinya berbobot, tampilannya mengingatkan saia dengan masa kanak2 dulu.

Anonim mengatakan...

aduh itu ada "...see more" nya.

jadi ketauan komen diatas copas juga dari komentar yg di note FB

Lingga bin Kartono mengatakan...

terimakasih ish si kamu.
terinspirasi dengan si kamu jugalah saya mencorat-coret seperti ini.
haha. makadari itu mari kita lanjutkan kegiatan menyenangkan ini :)

Dejavuq mengatakan...

template nya ngedesign sndiri ya...?

Posting Komentar