Senin, 14 Desember 2009

Dan psikolog saya pun tak bisa menjawab

dan psikologi, ilmu dahsyat yang nyatanya mempelajari ke-abstark-an jiwa, yaitu mental manusia. ugh, mengetahui devinisi awalnya saja membuat saya sungkan mempelajarinya, sepertinya akan membuat bagian otak kiri saya cidera. bagaimana tidak, walau terlihat sangat aplikatif namun pada prakteknya keadaan mental, pola pikir, dan kepribadian manusia memang sangat abstrak. mereka bergerak random, terlalu acak untuk dapat dijabarkan dalam logika matematika. saya pun ragu Albert Einstein mendapatkan nilai-A untuk yang satu ini. jika boleh saya menuliskannya, saya tuliskan dalam hal ini "2 + 2 = 3" ?? kenapa? ya, karena berbagai disiplin ilmu pun sebut saja hukum fisika, tak dapat menjabarkan elektron2 yang mengaliri neuron pada syaraf2 otak manusia, yang akhirnya mengalirkan ke saraf motorik hingga kita bisa berprilaku dan juga mengatur emosi. well, hanya psikologi saja yang sangat hebat untuk mempelajarinya, walau kembali hanya sebatas manifestasi pada tingkah laku dan proses mentalnya saja. tapi tetap sangat hebat untuk saya.

namun pada dasarnya, setiap dari kita manusia sebagai individu entah secara sadar atau tidak memiliki intuisi untuk mempelajarinya. kita berkomunikasi, berbicara, melihat mata, berbohong, tertawa, simpati, dan melakukan bentuk interaksi lainnya. walau belum masuk ke pemahaman psikologi, namun setidaknya kita telah mencoba mengerti, memahami perasaan, lalu akhirnya saling menghargai di antara kita. hingga kita berani menyebut diri kita mahluk sosial. dalam hal ini "2 + 2 = 4". untuk manusia yang tepat memiliki kebutuhan saling berinteraksi dan saling melengkapi. hingga sesama kita pun tahu, tidak bisa hidup sendiri menjadi hal yang pasti.

Bahkan, hingga sayapun yang mendekati autis sadar akan harusnya berinteraksi dan memiliki teman yang satu ini. seorang teman yang membuat saya mikir dan sedikit taakut ketika akan berkata-kata. karena setiap kata yang kita ucap mengandung arti yang akhirnya akan menghadapi sebuah konsekuensi bukan? lalu sebuah kata yang demikian takkan bisa dicabut kembali kecuali di belokkan maknanya diatur se-elegan mungkin hingga akhirnya memainkan emosi. uh, ini membuat saya malas berhubungan dengan orang psikologi, karena mereka jago untuk hal ini. dan sialnya, teman saya ini adalah seorang 'psikolog pribadi', saya menyebutnya demikian, terlalu muda memang karena dia mahasiswi tingkat menengah jurusan psikologi. tapi setidaknya dia jauh lebih mengerti dan mempelajari psikologi daripada saya. bahkan saya takut dijadikan bahan observasi olehnya.

namun tidak begitu jika saya tahu kelemahannya. bukan kelemahan juga, tapi setidaknya saya tau satu hal yang si psikolog pribadi saya itu pun sempat tidak bisa menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang sempat saya utarakan tersebut, satu hal yang terlihat sangat simple namun sensitive. adalah cinta, ya, cinta suatu hal yang membuat dia tampak bodoh tentangnya, tapi dia sama bodohnya dengan saya, bahkan siapapun juga. karena menurut saya adalah cinta yang bukan saja tidak bisa di terapkan dalam disiplin ilmu fisika, juga oleh ilmu psikologi atau sejenisnya. bahkan filsuf2 yunani dahulu semacam Aristoteles, plato bahkan shakespear pun keliru untuk mendevinisikannya, ugh, sebegitu hebatnya hingga tak ada celah untuk dipelajari dengan sempurna. juga cinta, yang bisa membuat orang2 berprilaku diluar kebiasaannya, teman2 wanita saya jadi anorexia dan teman2 pria saya jadi sering mandi seketika. oh Julius Cesar sang pemimpin roma pun takluk pada cinta Cleopatra. sebegitu hebat sehingga "2 + 2 = 5" bahkan tak terhingga. namun Cinta sbenarnya tidak jahat dan sombong untuk sulit dimengerti, tapi memang dia tidak bisa di mengerti, sebuah absurditas tingkat tinggi yang memang bukan untuk di mengerti, tapi di rasakan. namun, apakah indah untuk bisa merasakannya ? ugh, entahlah, takkan cukup seluruh darah saya dijadikan tinta untuk menuliskannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar